Sajak Kopi & Sepuntung Rokok

Kisah panjangku
(Mencari hakikat cinta)

Kini, 
aku tergeletak lemah
terkulai pasrah
pada takdir ilahi yang tak searah
dengan keinginan nafsu muthmainnah

Tak boleh nafsu mengubahku liar
seperti hewan tak punya akal untuk berpikir
hanya mengandalkan syahwat pelir
dan pasti siksanya membuat getir

Menatap langit-langit
berharap doa mengubah taqdir

Aku kembali tertegun
menatap senyum sang kekasih
aku anggap begitu
karena tak tahu
apa dia adalah tulang rusuku?

Namanya seumpama kekasih Tuhan
cantik jelita tak terbanding
itu menurutku
karena sekarang aku yang jatuh hati

Tapi aku masih saja bandel
tetap kesana kemari
menanyakan pertanyaan sama
“Apa memang ini yang dikata cinta?”
dan pasti semua jawaban membuatku gelisah

Tak ada kepastian
tak ada juga jawaban
yang dapat kutemukan
sekalipun dibawah jembatan

Tiba-tiba…
begitulah jawaban tuhan yang tak disangka
aku menemukan sendiri
lebih puas
dan ber-hah pedas

Karena hakikat cinta
harus rela
jauh dalam jarak
lama dalam waktu

Sebab melepas adalah jawaban

Jodoh tak akan kemana
karena termasuk urusan tuhan
dan ia termasuk pada rizki yang pasti
sebab hal itu urusan dia

Kita?

Cukup menanam padi
supaya dapat rumput

Selasa, 19 Desember 2017

***

Rindu
(Kala rasa menggelora)

Kutorehkan setiap rasa bait-bait hati
Menodai selembar kertas suci
Menghitamkan tanpa belas kasih
Aku rindu…
Semua kisah di masa lalu
Aku rindu…
Akan senyum simpulmu
Aku rindu…
Lantunan bait-bait indahmu
Aku rindu…
Rindu…
Dan rindu…

24 Juli 2017

***

Dalang dan Wayang

Manusia telah menjadi wayang dunia

Tanpa akal dan tatakrama, mereka berbuat semena-mena demi yang fana. Menjadi khalifah tak bermata dan dibutakan. Dalang utama dalam penokohan cerita, sang antagonis.

Sombong, dengki menjadi benalu hati. Mengikis sedikit demi sedikit nutrisi kesadaran diri. Hingga akal dan moral tak lagi bersemayam di dada.

Kata dan sikap tampak bijak, sedang tampak hati munafik. Lihatlah! Sang Dalang semakin lihai dan pandai memainkan peran-peran pewayangan. Politik, sebut kawan Si Dalang. Membubuhkan sedikit cerita. Berubahlah alur. Permusuhan dan saling rebutan demi sebuah jabatan.

Pada akhirnya, Dalang adalah tokoh wayang dari Sang Maha Dalang. Dalang yang didalangi. Begitu ironis. 

Sampai esok, ada yang kuasa. Bertransformasi, dari wayang menjadi dalangnya dalang.

Sokparse, 16 September 2019


***


Kopi dan Rokok

(I) 
Secangkir kopi; uap panas mengepul
Sepuntung rokok; gemeretak tembakau dilalap api

Membuatku sadar
Aku tengah berpuisi
Dan dentang detik jam
Menemani malamku

Sukorejo, 23 Juni 2019

(II)
Kembali secangkir kopi dan rokok
Menemani cerita malam ini
Menemani jemariku menulis sajak
Kata perkata pun aku rangkai
Tentang semua cerita yang telah lampau

Dibalik kepul asap
Kutemukan rindu
Di antara helaan nafas
Kudapati perjuangan
Dan ketika aku memanggil namanya
Aku menyebut asma-Nya

Allah hu Allah

Sukorejo, 06 Juli 2019

(III)
Untuk malam ini
Kepul asapku tak sendiri
Berkelindan dengan milik mereka
Teman-teman yang saling bertukar cerita
Semua kisah di tengah kepul asap
SURYA...

Malam ini
Hanya selarik Al Fatihah
Untuk gadis yang namanya terangkai dalam doaku
Melepas rindu dan menyampaikan salam
Lewat kepak sayap malaikat
Aku rindu

Sukorejo, 08 Juli 2019

(IV)
Tak seperti empat belas jam sebelumnya
Aku duduk sendiri
Menikmati sebotol susu pengganti kopi
Dan rokok sudah menjadi tradisi sehari-hari

Kala kata tak terucap
Dan cerita tak dianggap
Dan pertemuan yang tak sempat

Satu kata kembali terurai
Di antara gemerak terbakarnya tembakau
Dan di tengah kepul asap

Aku rindu
Dengan rindu yang sama
Pada gadis yang sama
Yang membawa pada cinta yang nyata

Sukorejo, 8 Juli 2019

(V)
Puntung terakhir
Dengan rindu yang tak selesai

Aku seperti penyakitan saja
Sakit yang tak terobati berhari-hari
Menyiksa kala di waktu dini

Asapku kini berpuisi
Terbang tak terarah di angkasa
Kubayangkan di asap putih itu
Samar senyumnya

Entah esok,
Adakah sepuntung rokok dan kopi
Untuk puisi

Sukorejo, 9 July 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Yang Pendek

Bacotan